Pada saat melakukan jual beli tanah dan bangunan, baik pembeli maupun penjual akan dikenakan pajak. Penjual akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) atas uang pembayaran harga tanah yang diterimanya, sedangkan pembeli akan dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak atas tanahnya. BPHTB dikenakan bukan hanya pada saat terjadinya jual beli tanah, tapi juga terhadap setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan (tukar menukar, hibah, waris, pemasukan tanah kedalam perseroan, dan lain-lain).
Dalam transaksi jual beli tanah, yang menjadi subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, yaitu pembeli. Dalam rangka pembayaran BPHTB oleh pembeli, dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP dalam jual beli tanah adalah harga transaksi. Hal ini berbeda misalnya dengan tukar menukar, hibah atau warisan, yang dasar NPOP-nya menggunakan nilai pasar (Nilai Jual Objek Pajak/NJOP).
Nilai Perolehan Obyek Pajak atau harga transaksi bisa lebih besar atau bisa juga lebih kecil dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), tergantung dari kesepakatan penjual dan pembeli – terkadang harga transaksi itu bisa juga sama dengan nilai NJOP. Apabila harga transaksi lebih kecil dari NJOP, maka yang menjadi dasar penentuan NPOP adalah nilai NJOP. Sebaliknya, jika harga transaksi lebih besar dari NJOP, maka nilai penentuan NPOP berdasarkan harga transaksi tersebut – nilai yang paling tinggi diantara NPOP dan NJOP.
Selain NPOP dan NJOP, faktor lainnya yang perlu diperhatikan dalam menentukan besarnya BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP adalah nilai pengurangan NPOP sebelum dikenakan tariff BPHTB. Misalnya, jika harga transaksi tanah Rp. 100.000.000, maka sebelum harga transaki tersebut dikenakan tariff BPHTB (5%) terlebih dahulu harga transaski itu dikurangi NPOPTKP – misalnya dikurangi NPOPTKP sebesar Rp. 80.000.000 untuk daerah DKI Jakarta. Hal ini membuat nilai pajak pembeli lebih kecil dibandingkan nilai pajak penjual – penjual tidak dikenakan NPOPTKP.
Setiap daerah memiliki NPOPTKP yang berbeda, tergantung peraturan daerah tersebut. Untuk wilayah DKI Jakarta, misalnya, NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp 80.000.00000 untuk transaksi jual beli tanah dan Rp. 350.000.000 untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah.
Contoh menghitung BPHTB dalam transaski jual beli tanah:
Wahyu membeli tanah milik Arya dengan nilai jual beli sebesar Rp. 200.000.000. Maka pajak penjual dan pajak pembeli adalah sebagai berikut:
Pajak Pembeli (BPHTB) NPOP : Rp 200.000.000,00 NPOPTKP : Rp 80.000.000,00 (-) NPOP Kena Pajak : Rp 120.000.000,00 BPHTB: : 5% x Rp 120.000.000 = Rp 6.000.000
Pajak Penjual (PPh)
NPOP : Rp 200.000.000 NPOP Kena Pajak : Rp 200.000.000 PPh: 5% x Rp 200.000.000,00 = Rp 10.000.000
Sumber :http://www.legalakses.com/